PERAN
ORANG TUA DALAM MEMBENTUK
KARAKTER
ANAK BANGSA
oleh; Abdul Kadir Jailani
Prolog
Keluarga merupakan pranata terkecil dalam
sebuah masyarakat, tempat dimana anak mengawali kehidupannya, lingkungan yang
akan mewarnai kehidupan dan membentuk karakternya. Ayah, ibu dan anak merupakan
anggota dalam satu keluarga kecil. Orang tua (ayah dan ibu), merupakan sekolah
pertama bagi seorang anak, merekalah
orang yang paling pertama mengajarkan seorang anak nilai-nilai karakter.
Orang tua merupakan sosok yang memberikan pengaruh paling lama
terhadap perkembangan moral anak. Merekalah yang memiliki tanggung jawab
terhadap moral anak. Namun, orang tua yang diharapkan menanamkan nilai karakter
terhadap anak, justru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan dalih karir
mereka melupakan kewajibannya dalam mendidik anak. Mengasuh anak cukup
diserahkan kepada pengasuh atau pembatu saja,. Hal ini menyebabkan anak lebih
nyaman di samping pengasuhnya daripada orang tuanya sendiri. Maka tidak heran
jika terjadi penyimpangan moral pada anak ketika remajanya seperti yang
terlihat sekarang ini.
Degradasi moral anak bangsa dalam berbagai bentuk, seperti
penyalahgunaan narkoba, seks bebas yang semakin merajalela, tawuran antar
sekolah dan sebagainya. Kenakalan remaja ini berlanjut dengan kenakalan para
pejabat negeri ini dengan melakukan korupsi. Semua masalah ini tidak terlepas
dari karakter bangsa yang berawal dari karakter generasi mudanya.
Berbagai macam program dicanangkan oleh pemerintah akhir-akhir ini,
mulai dari penerapan kurikulum pendidikan karakter di sekolah sampai pada
program revolusi mental, tetapi belum juga memberikan hasil yang
menggembirakan. Menurut penulis hal ini terjadi bukan karena kurikulum yang
salah, atau jam pelajaran yang memuat karakter kurang, tetapi masalah ini
terjadi karena bangsa ini tidak menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya.
Oleh karena itu sangat dibutuhkan kajian tentang bagaimana
al-Qur’an memberikan petunjuk dalam membentuk generasi muda yang berkarakter,
dan bagaimana kedudukan dan peranan orang tua dalam mendidik putra putrinya.
Karena anak bangsa yang menjadi tumpuan harapan dalam mengisi kemerdekaan.
Merekalah yang akan melanjutka cita-cita bangsa dan agama ke depan.
Konsep Umum Karakter
Sebelum lebih jauh mengkaji pandangan Al-Qur’an dalam membentuk
karakter anak, terlebih dahulu perlu dijelaskan mengenai konsep karakter secara
teoroi. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, karakter didefinisikan sebagai
tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain. (Poerwadarminta, 2011: 521) Sedangkan menurut Aqib
(2012: 36), karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia
berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat dan
estetika.
Karakter merupakan internalisasi potensi diri dari dalam dan
internalisasi nilai-nilai moral dari luar yang menjadi bagian dari keperibadian
seseorang. Karakter tersebut terpatri pada diri seseorang yang terbentuk dari
pendidikan, pelatihan, pengorbanan, pengalaman dan pembiasaan dan pengaruh
ingkungan yang menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan prilaku (Tim
LPMA Kemenag RI, 2014: 132).
Jadi, karakter merupakan seperangkat nilai yang menjadi kebiasaan
hidup sehingga menjadi sifat tetap dalam diri seseorang, misalnya kerja keras,
pantang menyerah, jujur, sederhana dan lain-lain, yang terbentuk dari dalam
diri manusia dan lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan teori konfergensi
yang mengatakan watak manusia merupakan warisan dari hereditas dan lingkungan
yang membentuknya.
Adapun nilai-nilai karakter yang perlu ditumbuhkan oleh generasi
muda bangsa bisa dikelompokan menjadi lima nilai utama yaitu: (1) hubungannya
dengan Tuhan, (2) hubungannya dengan diri sendiri, (3) hubungannya dengan
sesame, (4) hubungannya dengan lingkungan dan (5) nilai kebangsaan (Aqib, 2012:
40)
Nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan ditumbuhkan dengan
menjalankan perintah agama dengan sebaik-baiknya dan meninggalkan
larangan-larangan agama. Sedangkan yang berhubungan dengan diri sendiri bisa
ditumbuhkan dengan memupuk kejujuran, tanggung jawab, gaya hidup sehat, kerja
keras dan sebagainya. Nilai karakter yang berhubungan dengan sesama,bisa
ditumbuhkan dengan membiasakan patuh pada aturan-aturan sosial, santun dan
demokratis. Sedangkan hubungan dengan lingkungan dan kebangsaan bisa dipupuk dengan kepedulian terhadap
lingkungan hidup dan memupuk jiwa nasionalisme.
Potret Buram Karakter Anak Bangsa
Negeri yang membentang dari Sabang sampai Merouke, dan menjadi
negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, kini seakan berada
dalam kondisi yang merana. Pergaulan bebas, narkoba, minuman keras, korupsi dan
sebagainya seakan menjadi hal yang lumrah di negeri ini. Seakan karakter yang
sudah diajarkan pendahulu negeri ini tergadaikan.
Berdasarkan beberapa data, diantaranya dari Komisi Perlindungan
Anak (KPAI, 2008) menyatakan sebanyak 32
% remaja usia 14 sampai 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta,
Surabaya dan Bandung) pernah berhubungan seks. Hasil survei ini juga
mengatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual
pranikah dan membuktikan 62,7% remaja kehilangan keperawanan saat masih duduk
dibangku SMP, bahkan 21% diantaranya melakukan aborsi.
Jika generasi muda banyak yang melanggar
norma susila, generasi tua juga tidak kalah.
Akhir-akhir ini media menampilkan perilaku para
pejabat tinggi negeri yang melakukan tindakan korupsi sehingga membuat rakyat
berpikir, para pejabat bisa melakukan pelanggaran apalagi kami sebagai rakyat
biasa.
Selain kasus-kasus seperti di atas, sering juga didengar hal-hal
sebagai berikut: (1) tawuran antar pelajar, baik mahasiswa maupun pelajar SMP
dan SMA, bahkan antar kampong, (2) kurangnya hormat kepada orang tua dan guru,
(3) kurangnya ketaatan dalam menjalankan agama, (4) Sulitnya menerapkan
kejujuran, (5) kurangnya sikap toleransi dan menghargai perbedaan, (6) mulai
hilangnyarasa disiplin diri dan (7) memudarnya rasa nasionalisme dalam diri
generasi muda.
Menurut penulis, untuk mengetasi masalah ini diperlukan kerja sama
semua pihak, utamanya orang tua yang memikul tanggung jawab yang paling besar
atas masalah ini. Peran orang tua sangat diharapkan, yaitu dengan berpedoman
pada al-Qur’an sebagai petunjuk bagi semua permasalahan hidup manusia.
Peran Orang Tua Dalam Membentuk Karakter Anak
Pembentukan karakter anak dimulai jauh sebelum anak itu dilahirkan,
yaitu ketika memilih calon istri atau suami; Bagaimana menjaga janin dalam
kandungan, hingga bayi dilahirkan ke dunia. Peran orang tua dalam fase-fase tersebut
sangat dibutuhkan untuk membentuk keperibadian dan karakter anak. Takdir 2013:
149), mengatakan bahwa perhatian orang tua kepada anak sejak usia dini sangat
menentukan perkambangan jiwa dan
karakter anak dalam menentukan masa depannya sendiri.
Anak di dalam kehidupan berkeluarga menurut Islam termasuk masalah
yang sangat besar, karena anak termasuk nikmat dan amanat yang Allah berikan
kepada manusia. Nikmat dan amanat ini akan dimintai pertanggung jawaban oleh
Allah Swt. di akhirat. Allah Swt. berfirman:
¢OèO £`è=t«ó¡çFs9 >ͳtBöqt Ç`tã ÉOÏè¨Z9$# ÇÑÈ
“Kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan” (QS. al-Takatsur 8).
Berangkat dari ayat di atas, orang tua harus mendidik anak dengan
petunjuk Al-Qur’an sehingga akan melahirkan anak yang beriman dan bertakwa
kepada Allah, supaya terbentuk karakter yang positif pada anak tersebut.
Kewajiban mendidik anak dengan pendidikan agama yang baik didasarkan pada
Al-Qur’an surat al-Tahrim ayat 6:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka. (QS.al-Tahrim ayat 6)
Memelihara diri dan keluarga yang dimaksud di sini adalah menjauhi maksiat, menjalankan ketaatan, mengajarkan dan mendidik
keluarga. (Shobuni, 2007: 398). Kata قوا pada ayat ini bermakna perintah, karena
terbentuk dari fi’il amr. Dalam kaidah fikih setiap asal kata perintah
adalah wajib الأصل في الأمر للوجوب , maka ayat tersebut berbicara tentang
kewajiban mendidik anak supaya terhindar dari api neraka, tentunya mendidik
dengan karakter yang baik dan islami. Bahkan lebih jelas lagi disebutkan dalam Tafsir
Khazin yang dikutip Shabuni (2007: 398)
tentang makna potongan ayat tersebut “Perintahkanlah keluargamu kebaikan,
dan laranglah dia berbuat kejelekan; Ajarkan dan didik mereka supaya engkau
selamat dari api neraka”.
Dalam hadits Rasulallah juga disebutkan
tentang peran orang tua dalam membentuk anaknya menjadi nashrani, yahudi dan
majusi;
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَانِهِ (رواه مسلم)
Tidaklah dilahirkan seorang anakmelinkan
atasfitrah, maka orang tuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau
majusi (HR. Muslim).
Al-Qur’an dan hadits tersebut, memberikan pemahaman tentang pentingnya mendidik anak, supaya terbentuk
karakter yang islami. Tetapi, para orang tua, sebagian besar lebih mementingkan
pemeliharaan masa depan dunia, dengan menjejali dengan pengetahuan kognitif
saja tanpa memperhatikan karakter, akhlak dan masa depan akhiratnya. Akibatnya,
generasi muda sekarang cenderung kaya intelektual tapi miskin moral, sehingga
terjadi penyimpangan perilaku dan
degradasi moral.
Kesimpulannya, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam upaya
membentuk karakter anak bangsa yang islami, bahkan hukumnya menjadi wajib
karena merupakan perintah Allah dan Rasulallah. Oleh sebab itu perlu kesadaran
dari orang tua,untuk merujuk kepada pesan Al-Qur’an
dalam mendidik putra putrinya mulai kecil hingga dewasa, sehingga akan
terbentuk generasi muda bangsa yang berkarakter.
Al-Qur’an: Sebagai Petunjuk dalam Membentuk Karakter Generasi Muda
Bangsa
Berbicara tentang petunjuk bagi orang tua dalam membentuk karakter
anak bangsa, berarti berbicara mengenai pengasuhan dan pendidikan yang baik
untuk anak. Sebagai kitab suci yang komperhensif, al-Qur’an memberikan solusi
untuk membentuk karakter anak bangsa, sebagaimana dalam surat luqman 13-19
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ (
cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ $uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ bÎ)ur #yyg»y_ #n?tã br& Íô±è@ Î1 $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ xsù $yJßg÷èÏÜè? (
$yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB (
ôìÎ7¨?$#ur @Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4
¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ ¢Óo_ç6»t !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5Ayöyz `ä3tFsù Îû >ot÷|¹ ÷rr& Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû ÇÚöF{$# ÏNù't $pkÍ5 ª!$# 4
¨bÎ) ©!$# ì#ÏÜs9 ×Î7yz ÇÊÏÈ ¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& (
¨bÎ) y7Ï9ºs ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ wur öÏiè|Áè? £s{ Ĩ$¨Z=Ï9 wur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB (
¨bÎ) ©!$# w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC 9qãsù ÇÊÑÈ ôÅÁø%$#ur Îû Íô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4
¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎÏJptø:$# ÇÊÒÈ
13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
14. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180].
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah
kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya
kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku,
Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[1181] lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182]
dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Dalam membentuk karakter anak bangsa yang paripurna, diperlukan
metode khusus dalam mengasuh. Dan salah satu model atau pola pengasuhan yang bisa diterapkan adalah model quantum
parenting. Pola asuh quantum parenting ini merupakan pola dan
prinsip yang dapat mempengaruhi masa depan anak dengan pendidikan yang
berpegang teguh pada nilai-nilai moralitas dan spiritualitas (Takdir, 2013:
22).
Dalam menjalankan pendidikan moral dan spiritual,
dibutuhkan kesabaran dan kasih sayang orang tua. Karena mendidik dengan kasih
sayang merupakan metode pendidikan yang diajarkan al-Qur’an, seperti yang
tersebut dalam ayat diatas. Metode ini bisa dilihat dari cara Lukman memanggil
putranya dengan sebutan "يا بنيّ" yang berarti “wahai
anakku”. Kalimat ini berbentuk isim tashgir yang bermakna “anak kecil”
yang digunakan ketika memberikan nasihat dengan halus dan kasih sayang.
(Zuhaili, 2014: 157)
Nasihat-nasihat Luqman yang bijaksana kepada
putranya pada ayat diatas bisa dijadikan pedoman dalam mengasuh anak atau
generasi muda bangsa. Untuk lebih jelasnya, penulis akan merincikan satu
persatu:
1.
Berjiwa tauhid, tidak boleh mempersekutukan Allah
Menurut ayat 13
surat Luqman ini, nilai pertama yang harus ditanamkan orang tua kepada anaknya
adalah nilai tauhid, yaitu dengan mengajarkan
anaknya untuk tidak mempersekutukan Allah dalam segala hal.
Orang tua juga mengajarkan siapa penciptanya dan pemeliharanya, sehingga anak
akan selalu merasa diawasi dan selalu dekat dengan Allah. Shabuni (2007; 472),
dalam menafsirkan potongan ayat يابنيّ لا تشرك بالله mengatakan
bahwa Lukman ketika itu menjadi penasihat dan pembimbing bagi anaknya. Lukman
mengatakan, “Jadilah engkau (anakku)! orang yang berakal dengan tidak
menyekutukan Allah”.
Olgar (2006: 109) mengatakan, “Ketika anak mulai bisa berbicara, bacaan
yang pertama diajarkan adalah kalimat syahadatain, supaya kalimat itu
merasuk ke dalam hati sang anak sehingga akan membentuk keperibadian dan
karakternya. Anak yang dibiasakan sejak kecil mengucapkan kalimat tauhid,
diharapkan akan tumbuh menjadi anak yang bertauhid dan berketuhanan.
Penanaman tauhid kepada anak ini tentunya hanya bisa dilakukan oleh orang
tua yang beriman, yakni orang yang selalu memperhatikan aspek spiritualitas
anaknya dengan menanamkan nilai-nilai tauhid dan penganguungan kepada Allah dan
rasul-Nya. Sebaliknya orang tua yang tidak beriman, tidak terpikir kearah itu.
Mereka hanya mementingkan perkara dunia, seperti pakaian, makanan, perhiasan dan mainan anaknya daripada akidah
anaknya, sehingga pengasuhan yang seperti itu menyebabkan anak memperuhankan
dunia.
Dalam konteks membentuk karakter anak, nilai tauhid ini akan menjadi spirit
yang akan menerangi langkah seorang anak, karena di setiap tahap kehidupannya
ia akan selalu menyadari keberadaan penciptanya yang wajib ia sembah. Apabila
karakter ini dibiasakan sampai ia dewasa maka akan terbentuklah karakter
generasi yang beriman dengan iman yang sebenarnya.
2.
Hormat dan Patuh Kepada Orang Tua
Ayat 14 surat luqman di atas menerangkan bahwa hal kedua yang harus diajarkan kepada anak adalah
pentingnya berbakti kepada orang tua, walaupun orang tua itu jahat sekalipun,
selama perintahnya bukan untuk maksiat kepada Allah. Kewajiban seorang anak
untuk berbakti kepada kedua orang tua merupakan imbangan dari
kewajiban pengasuhan (hadanah) dari orang tua (Setiawan, 2012: 36).
Hadanah biasanya dilakukan oleh seorang ibu. Ibu
yang mengandung, melahirkan, menyusui dan merawatnya. Oleh sebab itu kalimat "بوالديه"
bermakna teperintah
berbuat baik dan
berbakti kepada orang tua terutama kepada ibu. (Shabuni, 2007: 472)
Orang tua perlu memberikan pemahaman tentang jerih payah orang tua,
terutama ibu dalam mengasuhnya ketika kecil, tentang bagaimana ia dikandung
selama sembilan bulan, dilahirkan dengan mempertaruhkan nyawa, disusui selama
dua tahun, dibesarkan dengan sabar, dan diberikan pendidikan sehingga ia
menjadi sukses.
Berbakti kepada orang tua bukan sekedar untuk membalas pengorbanan mereka,
tetapi lebih dari itu merupakan kewajiban dan perintah Allah, seperti dalam
potongan firman-Nya " ان اشكرلى ولوالديك
" hendaklah kau bersukur kepada-Ku dan kepada
kedua orang tuamu.
Pada ayat ini digunakan kata penghubung (‘athaf) "و" , menurut ilmu nahwu athaf
ini bermakna مطلق الجمع semata-mata mengumpulkan. Artinya mensyukuri
Allah dan kedua orang tua merupakan satu kesatuan, dalam arti mensyukuri orang
tua adalah satu bagian dari cara bersyukur kepada Allah. Hal ini menunjukan,
sangat ditekankannya berbakti kepada orang tua. Apabila perintah ini dijalankan
oleh anak secara konsisten, maka akan terbentuk karakter generasi muda yang
baik, sehingga anak lebih mudah diarahkan kepada kebenaran.
Bakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu bentuk keimanan. Jika
kewajiban berbakti kepada orang tua dijalankan dengan penuh keimanan maka akan
bernilai ibadah kepada Allah. Anak yang durhaka kepada orang tua akan
mendapatkan ancaman dan siksa dari Allah, karena kedurhakaan merupakan dosa
besar kepada Allah.
3. Menjaga pergaulan anak
Dalam potongan ayat diatas yaitu pada ayat 15 surat Luqman disebutkan " واتبع سبيل من اناب اليّ " “ikutlah jalan
orang yang kembali kepada-Ku”. Shobuni (2007), menafsirkan ayat ini dengan
menjalani jalan orang yang kembali kepada tauhid, ketaatan dan amal shaleh.
Artinya jika seseorang ingin anaknya berkarakter baik, maka yang harus
dilakukan adalah berteman dengan orang yang berkarakter baik dan taat kepada
Allah.
Pergaulan sangat mempengaruhi perkembangan mental spiritual dan kesuksesan
anak. Habib Umar bin hafiz (2012: 27) mengatakan “Barang siapa tidak bergaul
dengan orang sukses, bagaimana mungkin ia akan sukses dan barang siapa bergaul
dengan orang yang sukses, bagaimana mungkin ia tidak akan sukses”. Karenanya
untuk membentuk karakter yang positif bagi anak, orang tua semestinya
memperhatikan dengan siapa anaknya berteman dan berkomunikasi setiap harinya,
ketika disekolah atau dirumah, jangan sampai mereka bergaul dengan orang yang
buruk akhlaknya.
Setelah memperhatikan dengan siapa anaknya bergaul, orang tua hendaknya
menuntun anak untuk mencintai teman yang saleh, kemudian hendaknya orang tua memperhatikan
setiap sarana yang bisa mempengaruhi anak. Teman bergaul yang penulis sebutkan
diatas tidak terbatas pada manusia saja, tetapi sarana berupa televisi,
internet, handphone dan bacaan anak juga termasuk dalam kategori teman bergaul.
Untuk itu orang tua perlu mengawasi dan menjaga anak ketika bergaul dengan
sarana tersebut.
4. Keyakinan tentang balasan Allah
Pada ayat 16 diterangkan bahwa orang tua juga harus menanamkan kesadaran
kepada anak bahwa ia akan kembali kepada Allah dan akan mendapatkan balasan
terhadap apa yang dilakukan semasa di dunia. Shabuni (2007) menjelaskan makna
ayat ini adalah, “bahwa kepada Allah tempat kembali dan Dia akan membalas orang
yang berbuat baik dan orang yang berbuat buruk”.
Anak yang ditanamkan keyakinan tentang balasan Allah akan menumbuhkan sifat
ihsan, yaitu selalu merasa dipandang oleh Allah pada setiap gerak geriknya.
Orang tua bisa memberikan motivasi kepada anak dengan menjelaskan ganjaran dan
pahala jika ia melakukan kebaikan, dan ancaman Allah jika ia melakukan
kesalahan atau dosa. Pemahaman ini akan menumbuhkan kewaspadaan dalam
mengarungi kehidupan dunia, karena Allah akan membalas perbuatan baik atau
buruk manusia walaupun sebesar zarrah,
`yJsù ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB >o§s #\øyz ¼çntt ÇÐÈ `tBur ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB ;o§s #vx© ¼çntt ÇÑÈ
7. Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
8. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula.(QS. Al-Zalzalah 7-8))
5. Disiplin melaksanakan shalat, mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan
untuk menghindari keburukan serta bersikap sabar
Ayat 17 Lukman, mengingatkan pentingnya melaksanakan shalat, mengajak
kepada perbuatan baik, mengingatkan dan mencegah kemungkaran serta sabar dalam
menghadapi musibah dan penderitaan. Abu Hayyan dalam Shabuni (2007),
mengomentari ayat ini bahwa manakala Allah melarang perbuatan syirik pada
urutan pertama, menceritakan tentang ilmu, kebesaran dan kekuasaan-Nya pada urutan
kedua, kemudian Allah memeritahkan untuk melaksanakan perbuatan yang
menyampaikan kepada-Nya berupa ketaatan, yaitu perintah salat, kemudian
perintah amar makruf nahi mungkar, selanjutnya perintah untuk bersabar.
Dalam mendidik anak, orang tua wajib memerintahkan anaknya untuk
melaksanakan shalat ketika anak itu mencapai umur tujuh tahun bahkan
menghukumnya, apabila ia tidak mau melaksanakan shalat ketika usianya mencapai
sepuluh tahun, sesuai dengan sabda nabi;
وأمر اهلك بالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم وهم ابناء عشر سنين
“Perintahkanlah anakmu untuk shalat ketika ia berumur tujuh tahun, dan pukulah dia,
apabila dia tidak mau melaksanakannya,
padahal ia sudah berumur sepuluh tahun”.
Dalam membentuk karakter positif anak, perintah shalat ini harus diperhatikan
oleh orang tua dengan mengajarkan tata cara shalat, kemudian mengawasi shalat
anak pada tiap waktunya. Karena di zaman sekarang ini, para orang tua sedikit
sekali yang memperhatikan hal tersebut, sehingga banyak generasi muda yang
meninggalkan shalat lima waktu, orang tua lebih sering menanyakan apakah
anaknya sudah makan atau yang lainnya dari pada bertanya tentang shalatnya.
Setelah anak melaksanakan shalat, selanjutnya yang perlu ditanamkan adalah
selalu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Hal ini perlu karena membentuk karakter anak bangsa bukan hanya
dengan membentuk satu anak saja, tetapi harus ditularkan kepada anak yang
lainnya. Seorang anak yang terbentuk karakternya akan sangat berpengaruh
terhadap teman-temannya. Seorang anak bisa mengajak teman-temannya untuk shalat
bersama-sama dan ketika melihat temannya melakukan hal yang tidak baik, dia
bisa mengingatkannya. Semua ini adalah bentuk amar makruf nahi mungkar atau
dalam istilah yang lebih popular disebut dengan dakwah.
Dalam
mendakwahkan kebaikan, perlu disadari banyaknya gangguan yang bahkan
menyakitkan. Di sini peran orang tua untuk selalu mengingatkan dan menanamkan
kesabaran supaya anak tetap termotivasi dalam untuk menularkan karakter yang
baik pada dirinya kepeda teman-temannya.
6.
Tidak sombong dan berprilaku sopan, jujur dan
terbuka
Pada ayat 18
dan 19, Lukman mewasiatkan kepada putranya supaya berbudi pekerti baik dalam
kehidupan, berprilaku sopan dan terbuka, serta tidak sombong dan membanggakan
diri (Tim LPMA Kemenag RI, 2014; 137). Karakter yang diajarkan Lukman dalam
ayat ini, bisa ditanamkan kemudian diamalkan dan dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Peran orang tua
di sini, sebagai pendidik bagi anaknya dengan selalu memberikan teladan yang
baik. Orang tua hendaknya mengucapkan kata-kata dan berprilaku baik di depan
anak-anaknya, karena apa yang dilakukan orang tua sangat mudah ditiru oleh
anak. Apa yang dilihat, didengar dan dialami oleh seorang anak akan terukir
didalam sanubarinya, dan akan menjadi bagian dari karakternya. Olgar (2006:
102) mengatakan, “Pendidikan yang ditanamkan selama masa kanak-kanak adalah
bagaikan mengukir di atas batu. Batu itu boleh saja hancur tetapi ukirannya
tidak akan terhapus”.
Kesimpulan
Peran orang tua dalam membentuk karakter anak
sangat penting, bahkan menjadi kewajiban yang bernilai ibadah, karena membentuk
karakter adalah bagian dari proses mendidik anak yang merupakan nikmat dan
amanah dari Allah, yang kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah.
Menurut al-Qur’an surat Lukaman ayat 13-19
disebutkan ada bebarapa nilai karakter yang harus ditanamkan pada seorang anak
dalam proses pengasuhan oleh orang tua yaitu;
1.
Berjiwa
tauhid, tidak boleh mempersekutukan Allah
2.
Hormat
dan patuh kepada orang tua dalam hal bukan maksiat
3.
Menjaga pergaulan anak
4.
Keyakinan tentang balasan Allah
5.
Disiplin melaksanakan shalat, mengajak kepada
kebaikan dan mengingatkan untukmenghindari keburukan sertabersikap sabar
6.
Tidak
sombong dan berprilaku sopan, jujur dan terbuka
Dengan menanamkan nilai karakter ini, diharapkan akan dpat membentuk anak
bangsa yang berkarakter yang akan melanjutkan perjuangan bangsa menuju kearah
kemakmuran dan ridha Tuhan.
Daftar Pustaka
Bin Hafiz,
Habib Umar. Mendidik Anak Dengan Benar. Tanggerang. Putera Bumi, 2012.
Ilahi, Muhammad
Takdir. Quantum Parenting Kiat Sukses Mengasuh Anak Secara Efektif dan
Cerdas. Katahati, Jogjakarta. 2013.
Olgar, Muhammad
Musa Ahmad. Tips Mendidik Anak Bagi Orang Tua Muslim, terjemahan Supriyanto.
Jogjakarta. Citra Media. 2013.
Setiawan, M. Nurkhalis, Pribumisasi al-Qur’an Tafsir Berwawasan Keindonesiaan, Yogyakarta,
Kaukaba, 2012.
Shabuni, Muhammad Ali, Sofwah al-Tafasir, Kairo,
Dar al-Hadits, 2007.
Tim LPMA
Kemenag RI. Tafsir Tematik Pembangunan Generasi Muda. LPMA Kemenag RI. Jakarta.
2011.
Zuhaili,
Wahbah. Tafsir al-Munir fi al-Aqidah
wa al-Syari’ahwa al-Manhaj Jilid 11, Damaskus, Dar al-Fikr, 2009.
1 komentar:
Click here for komentartrims
ConversionConversion EmoticonEmoticon